Materi Judul: Subjek Dan Objek Serta Pemotongan Dan Pemungutan pph
1. KOMPETENSI
DASAR
Menyiapkan dokumen transaksi pemungutan dan
pemotongan Pajak Penghasilan (PPh)
2. TUJUAN
PEMBELAJARAN
1.
Dapat
mengidentifikasi subjek dan objek pemungutan dan pemotongan PPh dengan benar (tanggung
jawab, mandiri, peduli lingkunagan kreatif dan disiplin)
2.
Dapat
menjelaskan tata cara dan ketentuan umum perpajakan(teliti,tanggung jawab, mandiri,
peduli lingkunagan kreatif dan disiplin)
3.
Dapat
menjelaskan Tata cara perhitungan pajak PPh ps 21,23,25, PPn masukan dan
keluaran, PPn dan PPn BM (rasa ingin tahu, tanggung jawab, mandiri,
peduli lingkunagan kreatif dan disiplin)
3. MATERI AJAR
1.
Subjek
Pajak
2.
Objek
Pajak
3.
Pemotongan
dan pemungutan pajak
URAIAN
MATERI
A.
Subjek Pajak
Subjek pajak
adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat
subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak
baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif.
Subjek Pajak
Penghasilan
Pajak
penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak, yang diterima dalam subjek pajak adalah :
1.
a. Orang Pribadi
b. Warisan belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak
2.
Badan
Badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
3. Bentuk
Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha dan melakukan
kegiatan di Indonesia.
Subjek Pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Subyek Pajak dalam negeri meliputi:
1) Orang yang
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu dua belas bulan atau orang yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia;
3) Bentuk
usaha tetap yaitu bentuk usaha, yang dipergunakan untuk menjalankan kegiatan
usaha secara teratur di Indonesia, oleh badan atau perusahaan yang tidak
didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
4) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak
2. Subyek
Pajak luar negeri adalah:
1) Subyek Pajak yang tidak bertempat tinggal, tidak
didirikan, atau tidak berkedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia(UU PPH pasal 2 ayat 4).
2) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 13 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia.
3) Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan
Yang tidak termasuk dalam subyek Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a) pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lain
dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan
warga negara Indonesia, dan di Indonesia tidak melakukan pekerjaan lain atau
kegiatan usaha, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik;
b) pejabat-pejabat
perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan;
c) Perusahaan Jawatan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. ( UU PPH pasal 3
ayat 1)
d) Badan perwakilan Negara asing.
B.
Objek Pajak Penghasilan
Yang menjadi Obyek Pajak adalah penghasilan
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk di dalamnya :
a) Gaji, upah,
komisi, bonus atau gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya untuk
pekerjaan yang dilakukan;
b) Honorarium,
hadiah undian dan penghargaan;
c) Laba bruto
usaha;
d) Keuntungan karena penjualan
atau karena pengalihan harta, termasuk keuntungan yang diperoleh oleh
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, anggota, serta karena likuidasi;
e) Penerimaan
kembali pembayaran pajak yang telah diperhitungkan sebagai biaya;
f) Bunga;
g) Dividen,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan oleh perseroan, pembayaran
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, pembagian Sisa Hasil
Usaha koperasi pengurus dan pengembalian Sisa Hasil Usaha koperasi kepada
anggota
h) Royalti;
i) Sewa dari
harta;
j) Penerimaan
atau perolehan pembayaran berkala;
k) Keuntungan
karena pembebasan utang. ( UU PPH pasal 4 ayat 1 )
Yang tidak termasuk sebagai Obyek Pajak antara
lain :
a) Harta hibahan atau bantuan yang tidak ada
hubungannya dengan usaha atau pekerjaan dari pihak yang bersangkutan;
b) Warisan;
c) Pembayaran dari perusahaan asuransi karena
kecelakaan, sakit atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan
pembayaran asuransi bea siswa;
d) Penggantian berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa, yang dinikmati dalam bentuk natura, dengan ketentuan, bahwa yang
memberikan penggantian adalah Pemerintah atau Wajib Pajak menurut Undang-undang
ini dan Wajib Pajak yang memberikan penggantian tersebut, sesuai ketentuan
dalam Pasal 9 ayat 1huruf d tidak Mengurangkan penggantian itu sebagai biaya;
e) Keuntungan karena pengalihan harta orang
pribadi, harta anggota firma, perseroan komanditer atau kongsi tersebut kepada
perseroan terbatas di dalam negeri sebagai pengganti sahamnya, dengan syarat :
1)
Pihak yang mengalihkan atau
pihak-pihak yang mengalihkan secara bersama-sama memiliki paling sedikit 90%
(sembilan puluh persen) dari jumlah modal yang disetor;
2)
Pengalihan tersebut
diberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak;
3)
Pengenaan pajak dikemudian
hari atas keuntungan tersebut dijamin
f) Harta yang diterima oleh perseroan, persekutuan
atau badan lainnya sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan
modal;
g) Deviden yang diterima oleh perseroan dalam
negeri, selain Bank atau lembaga Keuangan lainnya, dari Perseroan lain di
Indonesia dengan syarat, bahwa perseroan yang menerima dividen tersebut paling
sedikit memiliki 25% (dua puluh lima persen) dari nilai saham yang disetor dari
badan yang membayar dividen dan kedua badan tsb mempunyai hubungan ekonomis
dalam jalur usahanya;
h) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun
yang disetujui Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
oleh karyawan, dan penghasilan dana pensiun serupa dari modal yang ditanamkan
dalam bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan;
i) Penghasilan Yayasan dari usaha yang semata-mata
ditujukan untuk kepentingan umum;
j) Penghasilan Yayasan dari modal sepanjang
penghasilan itu semata-mata digunakan untuk kepentingan umum;
k) Pembagian keuntungan dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, firma, kongsi, dan persekutuan
kepada para anggotanya, kecuali apabila ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan,
karena terdapat penyalahgunaan; ( UU PPH pasal 4 ayat 3 )
pemotongan dan
pemungutan pajak (witholding tax system)
pemotongan dan pemungutan pajak
penghasilan adalah suatu mekanisme yang memberikan penugasan dan tanggung jawab
pada pihak ketiga untuk melakukan pemotongan atau pemungutan atas pajak
penghasilan yang terutang pada suatu transaksi yang dikenakan pajak.
Pemotong dan pemungut pajak bukanlah
subjek pajak, namun diberikan tanggung jawab untuk memotong, memungut, dan
menyetorkan serta melaporkan pemotongan dan pemungutan pajak yang dilakukannya,
yang menjadi subjek pajak adalah penerima penghasilan, dan objek pajaknya
adalah penghasilan yang diterima.
Pemotongan pajak dapat diartikan
sebagai kegiatan memotong sebesar pajak yang terutang dari keseluruhan
pembayaran yang dilakukannya. Pemotongan dilakukan oleh pihak-pihak yang
melakukan pembayaran terhadap penerima penghasilan. Pihak pembayar
bertanggungjawab atas pemotongan dan penyetoran serta pelaporannya. Pemungutan
pajak berbeda dengan pemotongan. Pemungutan pajak adalah kegiatan memungut
sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Pemungutan pajak akan
menambah besarnya jumlah pembayaran atas perolehan barang. Namun demikian ada
juga pemungutan yang dilakukan oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama
dengan pemotongan. Misalnya pemungutan oleh bendaharawan pemerintah atas
pengadaan barang. Secara mekanisme pemungutannya, lebih menyerupai pemotongan
pajak, karena dilakukan oleh pihak pembayar. Dengan demikian pemungutan pajak
dilakukan dengan dua cara yaitu: (1) dengan cara pemotongan atas pembayaran
yang dilakukan oleh pembeli barang, misalnya pemungutan PPh Pasal 22
bendaharawan dan BUMN/BUMD, PPh Pasal 22 atas pedagang pengumpul, dan (2) Pemungutan
oleh pihak yang menjual barang atau yang memiliki otoritas mengeluarkan barang,
misalnya PPh Pasal 22 atas penebusan DO Migas, penjualan semen, kertas,
otomotif barang sangat mewah dan PPh Pasal 22 impor oleh Ditjen Bea dan Cukai.
Contoh
:
Pemotongan
pajak
Guru
sebagai subjek pajak dan penghasilan sebagai objek pajak, sedangkan
bendaharawan sebagai pemotong dan pemungut pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar